Social Icons

Pages

Thursday, April 16, 2015

Catatan 7 : Buku 99 Cahaya di Langit Eropa, Menjadi Agen Muslim yang Baik, dan Lisan yang Terjaga

Bismillahirrahmanirrahiim

Semoga Allah senantiasa tersenyum ketika saya memposting tulisan saya ini :)

Sudah lama nih ngga nulis di blog, makanya jemari ini agak bergetar ketika kembali mengetikkan setiap huruf pada tulisan kali ini (lebayy :D).

Ya sudah, kali ini saya akan sedikit menuliskan tentang sebuah buku. Judul buku tersebut adalah "99 Cahaya di Langit Eropa" karya mbak Hanum Salsabiela Rais dan suami. Saya rasa hampir seluruh dari yang baca blog saya ini (kaya banyak yg baca aja) tahu atau setidaknya familiar dengan judul buku di tersebut. Ya, cerita dari buku tersebut sudah diangkat ke layar lebar dengan judul "Berjalan di atas Cahaya" (kalau ngga salah :D). Saya sendiri sampai sekarang belum nonton filmnya sih. Kalau ada yang belum pernah baca bukunya, saya sarankan cari di toko buku terdekat, beli, kemudian baca. Insyaa Allah anda tidak akan menyesal, kawan :).

Buku ini pertama kali saya baca sekitar dua atau tiga tahun lalu, saya pun lupa. Waktu itu seorang sahabat meminjamkan kepada saya dengan lebih dulu "ngoceh" tentang bagusnya buku tersebut. Awalnya saya kurang tertarik membacanya, karena waktu itu lagi sibuk-sibuknya jadi panitia suatu kegiatan yang cukup besar jadi mikir, "mana sempat baca buku". Tapi, setelah mendengar "spoiler" dari sahabat saya dan melihat ekspresi beliau yang semangat sekali menceritakan bagusnya buku tersebut (yang bagi saya terlihat lucu :D) saya pun akhirnya tertarik membaca buku tersebut. Saya pikir saya akan mengkhatamkan buku tersebut dalam waktu yang cukup lama TAPI nyatanya TIDAK kawan. Saya menamatkan buku tersebut dalam sekian jam saja :D. Dan sungguh buku tersebut meninggalkan kesan amat mendalam di hati saya. Membuka wawasan saya tentang Islam di Eropa pada masa keemasannya, hingga wajah Islam dewasa ini.

Salah satu bagian yang amat berkesan dan saya ingat sampai sekarang adalah ketika mbak Hanum dan teman beliau, -saya lupa namanya, sedang makan di salah satu kafe. Kemudian, ada sekelompok orang yang duduk di meja yang tidak jauh dari mereka mulai mengolok-olok Islam. Mengatakan hal-hal terkait sejarah Croissant -Roti bebentuk bulan sabit yang berasal dari Prancis- dan kekalahan Turki Utsmani. Mbak Hanum yang mendengar hal tersebut mulai emosi, beliau menuliskan di buku tersebut, "Saya udah siap-siap mau ngomel-ngomel dalam bahasa inggris :D". Tapi, apa yang terjadi selanjutnya? Teman mbak Hanum, memanggil pelayan, menanyakan apa saja yang dipesan oleh sekelompok orang tersebut. Membayar makanan yang dimakan mereka sendiri dan orang-orang yang mengolok-olok Islam tersebut. Memberi memo yang isinya kurang lebih "hai, saya (nama beliau) dan saya muslim. Jika ingin berdiskusi, ini alamat email saya." Masyaa Allah, sampai di bagian ini saya bergetar, menangis :'). Mbak Hanum juga menceritakan bahwa ia amat takjub dengan kebesaran hati sahabatnya itu. Beliau menanyakan mengapa sahabatnya tersebut melakukan hal tersebut. Beliau menjawab yang kira-kira begini, "Apa lagi yang harus kulakukan? Ya, aku marah. Aku marah saat mereka mengolok-olok agama kita. Lantas apa? Aku harus membalas mengolok-olok mereka? Memarahi mereka? Bukankah itu malah membuat mereka semakin anti terhadap Islam? Bukankah Islam adalah agama Rahmatan lil 'alamiin? Hanum, karena yang aku pahami Islam adalah agama Rahmatan lil 'alamiin, maka sudah seharusnya kita sebagai Agen-agen Muslim juga membawa misi Rahmatan lil 'alamiin ini dalam kehidupan kita. Dimanapun kita berada, jadilah Agen Muslim yang baik :). Allahu, sampai di sini air mata saya semakin deras mengalir :'). Menyadari bahwa diri ini masih amat jauh dari kata sempurna. Hati ini masih sering berprasangka. Lisan ini masih sering menyakiti. Diri ini masih jauh sekali dari jati diri seorang Agen Muslim yang baik, yang hadirnya membawa Rahmatan lil 'alamiin.

"Dimanapun kita berada, jadilah Agen-agen Muslim yang baik."

Kata-kata itu masih terngiang di kepala saya sampai saat ini. Meski belum sebaik yang dilakukan oleh sahabatnya Mbak Hanum, saya mencoba untuk menjadi salah satunya. Mencoba menjadi salah seorang agen muslim yang menebar kebaikan dimapun ia berada.

Hal ini yang saya rasa mulai hilang dari jiwa para muslim sekarang. eh, kenapa pula saya bilang begitu? sok tau sekali saya ya :). Tunggu dulu kawan, saya bilang seperti ini bukan tanpa fakta. Saya rasa teman-teman sekalian sering melihat orang-orang yang katanya "pejuang dakwah", tapi banyak orang yang tidak aman dari bahaya lisannya. Maksudnya apa, Mi? Ya, bisa kita lihat. Banyak sekali orang-orang yang dengan sombongnya membawa-bawa Kalamullah untuk kemudian mengkafirkan saudara-saudaranya, menyakiti hati saudaranya, membuat semangat saudaranya yang berniat mengenal Islam menjadi hilang, melipir layaknya layangan putus.

Rasulullah SAW dalam haditsnya berpesan tentang bahaya lisan yang tak terjaga
"Sesungguhnya seseorang hamba itu niscayalah berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan - baik atau buruknya -, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih)

Subhanallah,, kita bisa tergelincir ke neraka hanya karena lisan kawan, hanya karena perkataan, termasuk status-status yang kita posting di media sosial. Karena itu kawan tidak semua hal yang kita rasakan harus kita share di media sosial. Mari pikirkan, apakah ada manfaatnya postingan kita untuk orang lain, apakah ada orang yang tersakiti karena postingan kita tersebut, dan yang paling penting, apakah yang kita posting benar adanya atau hanya sebuah fitnah.

Faktanya, terkadang mengetahui fakta itu menyakitkan :')

"Kebenaran harus disampaikan, Mi, meski pahit. Jadi, ngga apa-apa dong kalau ada yang tersakiti." Mungkin kita berlindung dibalik pendapat kita di atas, menafsirkan hadits tentang "penyampaian kebenaran meski pahit" semau kita, sesuai kepentingan kita. Tapi kawan, pernahkah kalian dengar hadits yang satu ini :
"Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau - kalau tidak dapat berkata yang baik, hendaklah ia berdiam diri saja." (Muttafaq 'alaih)
Saya rasa pasti rata-rata kita pernah tau hadits ini, meski tak selalu memahami maksud hadits Rasulullah SAW ini. Berdasarkan opini saya, hadits tentang "menyampaikan kebenaran meskipun pahit" itu selalu bersanding dengan hadits tentang "berkata yang baik atau diam" di atas. Kita wajib menyampaikan yang benar, meski ia menyakitkan tapi bukan dengan cara-cara yang buruk, bukan dengan kata-kata tak pantas, bukan dengan marah-marah, menghujat, mengkafirkan orang sana-sini. Bukan, kawan. Bukan seperti itu. Tapi, itu dengan perkataan yang baik, perbuatan yang berkelas, dengan tulisan-tulisan yang santun tapi tak kehilangan esensi kebenarannya. Seperti yang dilakukan orang-orang sekelas Ust.Salim A. Fillah, Sahabatnya Mbak Hanum, Aa Gym, dan pasti Rasulullah SAW. Saya rasa, tak perlulah saya ceritakan kisah bagaimana Rasulullah membalas orang-orang yang dulunya mencaci beliau, melempari beliau dengan kotoran, meludahi beliau, mendzalimi beliau, saya rasa teman-teman sekalian sudah mendengar betapa pemaafnya beliau, betapa santunnya beliau, dan betapa ahh.. tak perlulah saya kisahkan di sini. Silahkan baca lagi sirah beliau, menangislah lagi membacanya. Semoga sombongnya hati kita runtuh setelah itu. Aamiin :)

Saya tak paham akhirnya tulisan ini mengarah kemana sebenarnya :D, mungkin sampai sini saya akhiri dulu. Nampaknya sudah terlalu panjang ya.

Semoga ada manfaat yang bisa dipetik dari tulisan saya kali ini. Maafkan jika ada yang tersakiti karena tulisan saya ini. Segala yang baik semuanya berasal dari Allah dan yang buruk adalah dari saya sendiri. Semoga Allah mengampuni setiap dosa kita, setiap niat buruk yang terlintas di hati kita :)

Dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.
(QS: Al-An'am Ayat: 3)

Wallahu 'alam bissahawwab