Bismillahirrahmanirrahiim
Semoga Allah tersenyum ketika saya menuliskan
catatan ini J
Ide tentang catatan ini sepertinya sudah lama sekali
terpikir, hanya saja waktu itu tidak sempat dituliskan dalam catatan hingga
menguap begitu saja.
Suatu ketika saat berkumpul dengan sahabat-sahabat
semasa kuliah, ngobrol apa saja, kemana-mana, lebih banyak tidak jelasnya sih
waktu itu :D. Sampai pada satu bahasan tentang Asmara (eeaa). Saya lupa waktu
itu kami ngomongin apa awalnya, tapi saya ingat salah satu sahabat saya yang
kebetulan seorang cowo bercerita tentang pertama kali ia menyukai seorang cewe
dan alasan ia menyukai cewe itu amat ah.., saya ngga habis pikir dan saya pun
melontarkan pertanyaan “Semudah itukah?”
Suatu ketika seorang sahabat semasa SMA bercerita
pula kepada saya tentang perempuan yang ia sukai. Ia bercerita bahwa perempuan
itu adalah bunga di Jurusannya, banyak sekali lelaki yang mengejarnya. Tetapi,
perempuan itu memilih sahabat saya ini. Sahabat saya yang awalnya sudah bertekad
tak akan berpacaran lagi, akhirnya luluh, bersimpuh tak berdaya melawan rasa
yang muncul di hatinya. Dan lagi-lagi saya melontarkan pertanyaan “Semudah
itukah?”
Suatu ketika lagi, Sahabat yang dulunya amat
dekat dengan saya:’) juga bercerita. Ada seorang akhwat yang amat cantik,
cerdas, dan sholehah. Akhwat itu pun adalah seorang bunga di kampusnya. Begitu
banyak lelaki yang mengejarnya, bahkan beberapa ikhwan sudah datang melamarnya,
tetapi ia tolak. Dan sahabat saya ini bilang bahwa ia memang sempat menyimpan
rasa untuk sang akhwat, tapi apalah ia. Suatu ketika sang akhwat menghadapi
masalah dan kepada sahabat saya inilah sang akhwat “curhat”. Bermula dari
curhat itulah komunikasi di antara mereka semakin intens sehingga mekarlah
bunga-bunga rasa yang benihnya memang sudah ada di hati mereka masing-masing.
Ternyata bukan cuma sahabat saya itu yang menyimpan rasa, sang akhwat pun sama.
Dan ia berterus terang kepada sahabat saya bahwa alasan mengapa ia menolak para
ikhwan yang datang melamarnya karena ia yakin sahabat saya itulah jodohnya,
SubhanAllah :’(. Dan begitulah hubungan mereka berawal. Jujur saya pribadi amat
terpukul mendengar yang satu ini. Mengapa? Karena mereka berdua adalah para
pengemban dakwah di kampusnya. Dan lagi-lagi saya melontarkan pertanyaan yang
sama, kali ini dengan hati yang remuk “Semudah itukah?”
Saya sering sekali menemukan tulisan-tulisan tentang
lemahnya hati wanita, dan tulisan itu biasanya diperuntukkan bagi kaum Adam
agar tak mudah menggombali anak gadis orang. Tapi, Kisah sahabat-sahabat saya
di atas (semoga Allah memberi cahaya-Nya kepada mereka) adalah segelintir bukti
bahwa hati manusia itu teramat lemah, tidak peduli ia lelaki ataupun perempuan.
Hati, organ yang kata Rasulullah SAW jika
ia baik maka baiklah seluruh jasad anak Adam, dan apabila ia rusak maka
rusaklah seluruh jasad. Ya, ia lemah, amat lemah, ia mudah terbolak-balik.
Sebentar bisa amat mencinta, sesaat kemudian ia bisa amat membenci. Sebentar
bisa amat teguh, bersemangat, seperti tak ada yang bisa menggoyahkan, sesaat
kemudian ia menjadi rapuh, lunglai, jatuh bersimpuh terhadap apa yang ia
hadapi.
Karena lemahnya hati inilah, maka Rasulullah SAW
mengingatkan kepada kita agar menyegerakan segala yang baik-baik. Salah satunya,
menyegerakan menikah (kode :D). Karena beliau paham betul bahwa hati manusia
ini amat mudah berubah, amat mudah terhasut nafsu.
Ada suatu kalimat dalam buku “Saksikan Bahwa Aku
Seorang Muslim” karya Ust. Salim A. Fillah (Semoga Allah limpahkan kebaikan
yang tak ada putus-putusnya kepada beliau) yang amat saya sukai. Kalimatnya
seperti ini “ Adakah kau dapati dalam riwayat Rasulullah memberi perhatian
khusus dan care yang indah pada golongan wanita yang belum menikah? Tidak. Sama
sekali. Karena setitik perhatian, senyum tulus, dan akhlaq yang baik tertuju
pada hati seorang wanita, dampaknya sama seperti hujaman wajah cantik ke retina
mata dan bebayang tubuh indah ke imajinasi lelaki. Laki-laki dan perempuan,
masing-masing memiliki titik lemah dimana ujian akan datang.” Allah, saya amat
bergetar membaca baris kalimat dalam buku Ust. Salim itu. Sesuai sekali dengan
realita yang saya lihat dan rasakan, saya pikir. Saya bukanlah orang yang
terhindar dari ujian hati, seperti ujian yang sahabat-sahabat saya alami itu.
Saya juga salah satu orang yang sempat tergelincir dan (mungkin) masih mencoba
merangkak naik dari lubang ujian hati tersebut. Allah, mudahkan langkah kami
menuju jalan yang Engkau ridhoi :’).
Memang indah kawan ketika kita memiliki rasa
terhadap seseorang dan ternyata ia pun begitu. Tapi, jika belum waktunya, belum
siap dengan segala konsekuensinya. Hindari sajalah, minta tolonglah kepada
Allah agar diberikan hati yang kuat.
Saya kenal seorang akhwat yang amat kuat penjagaan
terhadap hatinya. Beliau adalah seorang akhwat yang Allah anugerahi wajah yang
jika diukur, nilainya pasti di atas rata-rata, amat cerdas dan sholehah. Suatu ketika,
beliau mendapatkan surat berwarna merah muda dan sebuah bingkisan, di situ
tertera nama sang pengirim. Saya lupa ikhwan siapa. Sang akhwat kemudian
meminta gunting kepada saya. Saya pikir sahabat saya ini akan membaca surat dan
membuka bingkisan tersebut. “Bismillah” terucap dari bibirnya, ia pun
menggunting surat tersebut menjadi potongan-potongan kecil dan memberikan
bingkisan kepada orang yang ada di luar tanpa membuka apa isinya. Saya yang
melihat hanya bisa terperangah, takjub, tak bisa berkata apa-apa. Allah, semoga
Engkau istiqomahkan hati saudari saya itu dan anugerahi kami kekuatan dan
keistiqomahan seperti saudari saya itu :’).
Terakhir, Rasulullah SAW mengajarkan do’a agar hati
menjadi kuat dan tetap di jalan Allah
"YAA MUQALLIBAL QULUUB,
TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA WA ‘ALAA THOO'ATHIK."
“Wahai yang
membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu dan di atas
ketaatan kepada-Mu.”