Social Icons

Pages

Wednesday, March 25, 2015

Catatan 5 : Belum Nemu Judul yg Pas -_-

Bismillahirrahmanirrahiim

Ini karya fiksi pertama yang saya tulis di blog ini, belum sempat dikasih judul karena belum nemu yang pas. Blognya juga belum sempat dimodif :D karena keterbatasan ilmu dan waktu, kalau ada dari para blogger yang bisa membantu saya menghias blog, saya amat berharap bimbingannya, yoroshikuu. Selamat Membaca 

Semoga Allah tersenyum ketika saya menuliskan catatan-catatan di blog ini :)


Sebulan terakhir kondisi tubuh Mira terlihat amat "mengenaskan". Lihat saja, wajahnya yang biasanya bersinar berhias senyum laksana matahari itu sekarang bagai langit mendung di malam hari, hanya kemuraman yang terlihat di sana. Jika ada senyum yang ia sunggingkan, itu adalah senyum dalam tangis yang tertahan. Badannya yang berisi dengan pipi yang gembil seperti bocah lima tahun itu kini terlihat lebih kurus, pipinya pun lebih tirus. Setiap tatapannya adalah tatapan penuh luka, meski ia coba sembunyikan gerimis di hatinya yang terpancar pada tatapan matanya dengan senyum. Tapi, tak ada teman sejati yang bisa dibohongi dengan senyum "pura-pura kuat" itu. 
Arini, rekan kerja sekaligus sahabat Mira yang pertama kali menyadari perubahan pada sahabatnya itu. Ia bertanya kepada Mira perihal kejadian apa yang membuat Mira "sang Periang" itu berubah menjadi begitu muram akhir-akhir ini. Namun, tak ada jawaban yang keluar dari mulut Mira, ia hanya memeluk Arini dan menangis sejadi-jadinya. Arini memutuskan tak bertanya lebih lanjut, ia hanya membiarkan Mira menangis di pelukannya. Ia paham, sahabatnya yang satu ini butuh waktu untuk kemudian bisa bercerita. Mira adalah gadis yang sangat periang, ada saja ucapannya yang bisa membuat orang lain tertawa, karena itu begitu banyak orang yang senang berada di dekatnya. Tetapi, Arini tahu, di balik ceria sahabatnya itu, Mira adalah gadis yang amat kuat, begitu banyak luka masa lalu yang pernah dialaminya dan ia tetap tegar tersenyum. Arini tahu itu. Tapi, kali ini apa yang sudah terjadi pada sahabatnya itu hingga begitu deras hujan yang membasahi pundak Arini? Ia tak berani bertanya.

Mira menyeka sisa-sisa gerimis di matanya dengan tisu yang disodorkan Arini, ia masih diam memperhatikan wajah khawatir Arini, hanya sebuah senyum tersungging di wajahnya. "Makasih, Rin". Mira berbicara. "Maaf, baju kamu jadi basah gara-gara aku". lanjut Mira. "Ga apa-apa,Mir. Kamu kenapa, Mir?" Arini akhirnya memberanikan diri bertanya kepada sahabatnya itu. Mira diam, kemudian menggeleng "Aku tak apa-apa, Rin. Terima kasih sudah mau membiarkan aku menangis di pundakmu, aku lebih baik sekarang". Mira berkata dengan mata yang masih berkaca-kaca. Arini tahu, Mira berbohong mengatakan ia sudah lebih baik, ia amat tahu sifat sahabatnya itu, Mira tak pernah membiarkan orang lain sakit karenanya, ia tipikal perempuan yang amat memikirkan perasaan orang lain di atas perasaannya, amat "tidak tegaan", ia paham Mira tak ingin membuatnya sedih dengan menceritakan maslahnya kepada Arini. Tapi, apa salahnya membagi kesedihan kepada sahabat? Arini ingin bertanya lagi, ketika mulutnya akan membuka. "Rin, jam istirahat udah mau beres tuh, yuu balik ke kantor, proyek yang diserahkan ke kita belum beres" Mira mendahuluinya. Tuhan, Mira masih memikirkan proyek di saat seperti ini. Beberapa saat lalu ia menangis sampai sesenggukan dan kini ia bicara mengenai proyek. Arini tak habis pikir, sebesar apa hati sahabatnya itu. (Bersambung...)

No comments:

Post a Comment